Sekali-sekali, marilah kita bernostalgia, mengingat kembali momen beberapa bulan yang lalu atau beberapa tahun yang lalu, saat ada seorang lelaki meminta kita kepada wali. Ketika ada seorang lelaki yang sebelumnya asing dalam hidup, kini mengikat kita menjadi pasangan sejati untuk menghabiskan separuh perjuangan hakiki. Ikatan itu, pernikahan namanya. Sungguh ini bukan perjanjian biasa, mitsaaqan ghaliza, itulah yang mengikat kita. Perjanjian yang kuat. Yang disaksikan oleh Allah dan para malaikat.
Masihkah kita para pengemban dakwah merasa ‘tabu’ membicarakan perihal menikah? Padahal bukan saatnya lagi membicarakan pernikahan dalam suasana merah jambu. Pun sudah bukan saatnya lagi membicarakan pernikahan hanya berkisar kelambu nan mengharu biru. Bukan. Bukan saatnya. Karena pengemban dakwah berbeda dengan orang kebanyakan. Ketika orang lain berbicara pernikahan sebagai pelampias nafsu, maka pengemban dakwah berbicara pernikahan sebagai pintu dari segala sesuatu.